Ketapang, Sergap24.info
Aktivitas tambang emas ilegal di Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, semakin tak terkendali. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan kian nyata, namun upaya penindakan dari aparat penegak hukum dinilai sangat lemah dan terkesan dibiarkan.
Berdasarkan hasil investigasi tim wartawan di lapangan, terungkap adanya aktivitas penambangan liar berskala besar di wilayah Lubuk Toman, kilometer 26 Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Di lokasi tersebut ditemukan sejumlah alat berat dan dompeng (alat penambang emas tradisional), serta terpampang informasi mengenai syarat dan biaya menambang—mengindikasikan bahwa praktik ilegal ini dijalankan secara sistematis dan terbuka.
Yang lebih parah, oknum pekerja tambang ilegal yang bernama Roni Paslah berani menganiaya 4 orang wartawan menggunakan kayu persegi dan tangan kosong sehingga korban penganiayaan mengalami lebam di bahu, di paha, dan luka pecah di bibir, tepatnya pada Minggu malam, 18 Mei 2025 pukul 18:45 WIB dan yang lebih parahnya pekerja tambang emas ilegal yang bernama Yan berani mengancam dan menantang semua media diketapang.
Korban penganiayaan meminta Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Kapolres Ketapang, segera bergerak dan menindaklanjuti masalah ini supaya ke depannya tidak terulang kembali.
Kasus ini jelas bukan sekadar aksi kriminal biasa. Ini adalah bukti nyata bagaimana mafia bisa begitu percaya diri menantang hukum. Seolah-olah mereka lebih berkuasa daripada aparat penegak hukum sendiri.
Apakah ini pertanda bahwa hukum di Indonesia sudah benar-benar lumpuh? Terutama di Kabupaten Ketapang? Ataukah kita sedang hidup di zaman di mana wartawan harus membayar mahal saat berusaha mengungkap kebenaran?
Praktik PETI merupakan tindak pidana serius berdasarkan Pasal 158 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pelaku dapat dijerat hukuman penjara lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Sementara itu, data dari Kejaksaan Negeri Ketapang menunjukkan bahwa sepanjang tahun ini, hanya empat kasus tambang ilegal yang berhasil dibawa ke meja hijau—sebuah angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan luasnya aktivitas ilegal yang terjadi.
Aktivitas tambang emas ilegal di Ketapang tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mencederai wibawa hukum. Ketidaktegasan aparat dan indikasi kebocoran informasi menjadi bukti nyata bahwa praktik ini telah menjadi masalah sistemik yang memerlukan perhatian dan tindakan serius dari semua pihak, khususnya penegak hukum di daerah.
Tetapi juga Pengusaha dan cukong (PETI) memandang rendah APH di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, karena sudah sekian lama tidak ada pergerakan dan penindakan.
Padahal jarak tempuh polres Ketapang ke lokasi tambang ilegal tidaklah jauh hanya berkisaran 45 km saja. Jadi, seolah-olah mereka yang melakukan praktik tambang PETI semakin terang-terangan dan seakan merasa kebal hukum.
Kami meminta APH, Gakkum, LHK segera menindaklanjuti sesuai dengan undang-undang yang berlaku.