• Jelajahi

    Copyright © Sergap24
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Halaman

    Bea dan Pungutan Ekspor CPO Dinilai Terlalu Tinggi, Eksportir dan Petani Merasa Tertekan

    Jumat, 21 November 2025, November 21, 2025 WIB Last Updated 2025-11-21T06:21:11Z
    masukkan script iklan disini
    (Ads) Butuh Bantuan Hukum :




    Jakarta .Sergap24.info—

    Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani kepada Dr. Purbaya Yudhi Sadewa menumbuhkan harapan baru bagi banyak kalangan, terutama pelaku usaha dan masyarakat yang terdampak langsung kebijakan fiskal nasional. Sejak dilantik pada September 2025, Menteri Purbaya disebut melakukan sejumlah gebrakan yang dinilai lebih berpihak pada penguatan ekonomi masyarakat, berbeda dengan era sebelumnya yang dinilai terlalu agresif menaikkan berbagai jenis pajak.

    Salah satu isu krusial yang mendapat sorotan adalah bea keluar dan pungutan ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO) yang selama ini dianggap sangat tinggi, sehingga menekan eksportir serta berdampak langsung kepada kesejahteraan petani kelapa sawit.

    Aturan Lama Dinilai Memberatkan

    Bea keluar dan pungutan ekspor CPO diatur melalui regulasi Kementerian Keuangan era Sri Mulyani. Tarifnya terdiri atas dua komponen utama:

    1. Bea Keluar (BK):
    Ditetapkan dalam dolar per metrik ton, mengikuti harga referensi CPO yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan.

    2. Pungutan Ekspor (PE):
    Dikelola oleh BPDPKS dan besarannya juga berubah mengikuti harga referensi, sebagaimana diatur dalam PMK terkait.

    Kedua komponen biaya ini bersifat fluktuatif dan diputuskan secara berkala (bulanan atau setengah bulanan). Namun, pelaku usaha menilai besaran pungutannya “tidak masuk akal” dan terlalu tinggi, sehingga menciptakan beban ganda bagi eksportir.

    Dampak pada Daya Saing dan Petani

    Menurut praktisi hukum dan pemerhati kebijakan publik, Dr. Suriyanto, beban bea dan pungutan ekspor yang tinggi membuat harga CPO Indonesia menjadi kurang kompetitif dibandingkan negara produsen lain.

    “Beban ini secara langsung membuat harga CPO kita lebih mahal di pasar global. Akibatnya, daya saing menurun dan Indonesia bisa kehilangan pangsa pasar,” ujarnya dalam catatan yang diterima redaksi.

    Tak hanya eksportir, petani sawit turut merasakan dampaknya. Harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani tertekan karena industri harus menyesuaikan harga beli agar tetap mampu menutupi biaya pungutan ekspor yang tinggi.

    “Para petani adalah pihak yang paling dirugikan. Mereka bekerja keras, tetapi penghasilan justru merosot akibat kebijakan pungutan yang tidak proporsional,” tambahnya.

    Keluhan Dunia Usaha: Ketidakpastian Mekanisme

    Selain beban biaya, sejumlah eksportir mengeluhkan kurangnya sosialisasi teknis mengenai penerapan pungutan ekspor. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bisnis dan hambatan administratif yang mengganggu kelancaran ekspor CPO.

    “Ada mekanisme yang tidak siap, kurang sosialisasi, dan perubahan regulasi yang datang tiba-tiba. Hal seperti ini tidak kondusif bagi dunia usaha,” terang Dr. Suriyanto.

    Beban Pajak Dinilai Tidak Adil

    Dalam catatannya, Dr. Suriyanto menilai bahwa pemerintah selama ini hadir sebagai pemungut, bukan sebagai pendukung sektor sawit. Ia menyoroti fakta bahwa:

    Pemilik lahan sudah membayar pajak bumi dan bangunan.

    Saat penanaman dan pembukaan kebun, pemerintah tidak hadir membantu.

    Pembangunan pabrik sawit swasta juga telah menyetor berbagai perizinan kepada negara.

    Namun ketika sawit mulai berproduksi, pemerintah justru mengenakan pungutan yang sangat besar.

    “Di mana letak keadilannya? Tidak heran jika muncul praktik penggelapan pajak karena pungutannya dinilai menindas,” tegasnya.

    Harapan kepada Menteri Purbaya dan Presiden Prabowo

    Dengan hadirnya Menteri Keuangan yang baru, Dr. Suriyanto mendorong pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap besaran bea ekspor dan pungutan ekspor CPO.

    Ia berharap Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Purbaya dapat menata ulang skema pungutan agar:

    Produk CPO Indonesia kembali kompetitif di pasar dunia

    Penghasilan petani sawit meningkat

    Ekspor sawit tidak terhambat oleh biaya yang berlebihan

    Dunia usaha mendapat kepastian regulasi

    Dorongan Hilirisasi Tanpa Membunuh Pelaku Usaha

    Dr. Suriyanto juga mendukung program hilirisasi sawit sebagai strategi nasional meningka
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini