Morowudi, Sergap24.info
Proyek pembangunan saluran air U-Ditch di Dusun Ngebret, Desa Morowudi, Kecamatan Cerme, yang bersumber dari Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2025, kini resmi menjadi sorotan tajam publik. Papan proyek yang terpasang mencatat pekerjaan pemasangan saluran U-Ditch berukuran 40x40 cm sepanjang 64 meter, ditambah boong berdiameter 40 cm sepanjang 7 meter, dengan nilai anggaran mencapai Rp 70 juta.
Namun fakta lapangan menyebutkan, pengerjaan proyek justru dilaksanakan oleh pihak ketiga alias kontraktor luar desa. Praktik ini jelas bertentangan dengan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) penggunaan Dana Desa yang mewajibkan seluruh pekerjaan dilaksanakan secara swakelola oleh Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dengan melibatkan warga desa sebagai tenaga kerja.
Dana Desa Harus Berpihak pada Warga, Konsep Dana Desa lahir untuk mendorong ekonomi lokal, di mana setiap rupiah yang masuk ke desa harus kembali ke masyarakat. Pelibatan kontraktor luar tidak hanya melanggar regulasi, tetapi juga merampas peluang kerja warga dan menghilangkan potensi perputaran uang di desa itu sendiri.
Berdasarkan harga pasar, U-Ditch ukuran 40x40 cm berikut pekerjaan galian dan pasangan biasanya berkisar Rp 600.000–900.000 per meter. Dengan panjang 64 meter ditambah boong 7 meter, total biaya wajar berada pada kisaran:
U-Ditch 64 m: Rp 38.400.000 – Rp 57.600.000
Boong 7 m: Rp 4.200.000 – Rp 6.300.000
Total wajar: Rp 42.600.000 – Rp 63.900.000
Jika dibandingkan dengan nilai proyek yang mencapai Rp 70 juta, terdapat selisih potensial sebesar Rp 6,1–27,4 juta. Selisih ini menimbulkan pertanyaan besar: ke mana perginya uang tersebut?
Terkait pelibatan pihak ketiga yang tidak sesuai regulasi ini, Ketua Umum DPP LSM Gempar menyatakan akan melakukan penelusuran mendalam dan tidak menutup kemungkinan akan melaporkan dugaan penyimpangan ini ke pihak berwajib. Jika ditemukan indikasi penyelewengan yang mengarah pada korupsi atau bahkan pencucian uang, maka proses hukum akan menjadi langkah yang harus ditempuh.
“Dana Desa adalah uang rakyat, tidak boleh main-main. Kalau ada indikasi pelanggaran, apalagi melibatkan pihak luar dan potensi mark up, itu bisa masuk ke ranah pidana,” tegasnya.
Proyek U-Ditch senilai Rp 70 juta ini bukan sekadar soal infrastruktur kecil, melainkan soal integritas tata kelola Dana Desa. Pelibatan pihak ketiga, potensi mark up, dan hilangnya manfaat ekonomi bagi warga desa adalah masalah serius. Publik kini menunggu langkah konkret pemerintah desa, aparat pengawas internal pemerintah (APIP), serta aparat penegak hukum.
Transparansi dan keberanian membuka dokumen anggaran adalah kunci. Tanpa itu, dugaan penyalahgunaan dana publik akan terus menghantui proyek-proyek seperti ini.
(Yahya)